Pak Ustdaz saya bertanya : Pada masa normal saya berkurban seekor sapi badanah, berwarna merah, gemuk dan mahal — masa pendemi ini saya urunan bersama jamaah yang lain, sementara ada kerabat yang susah payah tiga bulan mencari pekerjaan dan beberapa tetangga yang kebingungan bayar spp kuliah anak sayangnya—mana harus aku dahulukan ? Tetap Berkurban atau bantu tetangga, atau berbagi agar dapat dua-duanya sekaligus —?

*^^^^*

Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah engkau?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku bertambah mantap (teguh dengan imanku) al Baqarah: 260.

Ketika Ibrahim as meminta bukti kuasa Tuhan bukan berati ia meragukan apalagi ingkar atas hidup sesudah mati, tapi Ibrahim as ingin mendapat peneguhan agar bertambah yakin dan iman.

Sikap Ibrahim as bukan menafikkan apalagi mengingkari tapi peneguhan atas iman sebagaimana seorang jamaah bertanya : mana harus di dahulukan ketaatan ilahiyah atau ketaatan pada sosial kemasyarakatan. Shalat Ied Adha dan berkurban adalah ketaatan ilahiah yang tak gampang diubah oleh pertimbangan organisasi kesehatan dunia (WHO) apalagi dijadikan pertimbangan banyak fatwa. Sama sekali bukan meragukan fatwa PP tentang shalat Ied Adha di rumah —saya sudah yakin, hanya agar hatiku bertambah mantab.

*^^^*

Pada masa pandemi ini saya lebih suka berbicara tentang berapa jumlah jamaah Persyarikatan yang terpapar kofid 19, berapa yang meninggal, berapa yang reaktif di rawat, berapa yang disembuhkan kembali sehat, atau berapa jumlah jamaah masjid yang terpapar karena tetap beroperasi, apakah ada perbedaan signifikan jumlah penderita kofid 19 antara masjid yang libur dan yang tetap aktif dan berapa yang lain yang tetap bekerja di luar tanpa mengindahkan protokol kesehatan tapi tetap bugar. Transparansi data ini sangat penting ditengah kelimun data semrawut yang disajikan pemerintah.

Atau berapa yang terdampak secara ekonomis, tak mampu bayar spp, di rumahkan dan nganggur atau yang tak mampu lagi melanjutkan hidup atau aum (amal usaha Muhammadiyah) yang tak mampu beroperasi karena bangkrut atau para pengurus yang sibuk mencari donasi memastikan guru PAUD, TK dan para ustadz dan ustadzah di madrasah diniyah tetap mendapat gaji meski tinggal separo.

Kemampuan dan kehebatan peryarikatan mengabdi untuk negeri sudahlah tak diragukan lagi, tapi konsolidasi internal menjadi sangat penting, pun dengan kemampuan mencandra kekuatan diri sendiri untuk konsolidasi—atas dasar prinsip ‘jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’. Sebagai prinsip memberikan bantuan pelayanan dan pengabdian kepada keluarga sendiri sebelum kepada yang lain.

*^^^**

Prinsip ‘jagalah dirimu dan keluargamu’ menjadi utama ditengah pandemi, masih banyak warga Persyarikatan yang tidak ‘tersentuh’ dalam pengertian dan bentuk apapun meski secara individual telah dilakukan berdasar prinsip ta’awun, tapi jujur banyak yang masih tertinggal karena tidak terdata —Wallahu taala a’lm

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *