Ulama nusantara yang bersinar dan memiliki keberuntungan di kota Mekkah adalah Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau. Beliau merupakan guru besar di Mesjidil Haram, Mufti resmi dalam Mazhab Imam Syafi’i, memiliki jaringan yang baik dengan pembesar kota Mekkah, dan menantu seorang hartawan nan dermawan Syeikh Saleh Kurdi. Bahkan menurut catatan Prof Snouck, Syeikh Ahmad Khatib adalah seorang yang kukuh dalam prinsipnya serta benci kepada kaum penjajah Belanda
Bila ada seorang yang paling mempengaruhi pergerakan kemerdekaan, maka Syekh Ahmad Khatib adalah salah satu figur tersebut. Karena hampir seluruh pendiri organisasi keislaman di Indonesia merupakan Murid muridnya. Mulai dari Kiyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammaddiyah tahun 1912, Hadhratussyaikh Kiyai Hasyim Asy’ari pendiri Nahdhatul Ulama tahun 1926, Syaikh Hasan Maksum pendiri al Washliyah tahun 1930, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang digagas oleh Syeikh Sulaiman al Rusuli Candung, Syekh Muhammad Jamil Jaho, Syekh Qadhi Lawas (ayah dari KH Siradjuddin Abbas sang pengarang), dan gerakan kaum muda Padang yang di garda terdepan ada Syekh Abdul Karim Amrullah insyiak Doktor (Ayah dari Buya Hamka) dan ulama lainnya yang tersebar di Nusantara kala itu adalah murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Walaupun sibuk Syekh Ahmad Khatib meninggalkan hampir 50 karya tulisnya, yang paling dikenal adalah Kitab Nafahat ulasan terhadap kitab al Waraqat dalam Ushul Fikih. Jika dirunut pada era kecemerlangan tersebut, maka di Aceh secara khusus dalam keadaan perang besar-besaran untuk mengusir para penjajah Belanda. Diperkirakan tahun 1881-1891 merupakan era yang paling kelam dalam sejarah perang Belanda. Karena di Aceh ketika itu ada Pemimpin yang gagah berani juga beliau seorang ulama besar yaitu Syeikh Muhammad Saman di Tiro atau yang dikenal dengan nama Teungku Chik di Tiro. Pada masa Teungku Chik di Tiro ada beberapa figur kharismatik yang ikut andil dalam perjuangan, mereka adalah: Teungku Chik Dayah Cut di Tiro, Teungku Chik Tanoh Abee, Teuku Panglima Polem, Teungku Chik Pentee Kulu, Teungku Chik Krung Kalee (Kakek dari Abu Krueng Kalee), Teungku Fakinah, Teuku Muhammad Amin di Tiro, Teuku Umar Meulaboh, Cut Nyak Dien dan lain lain
Maka tidak mengherankan bila orang sekelas Jenderal Kohler harus terbujur kaku di bumi Aceh. Karena semboyan para pejuang ketika menghadapi penjajah Belanda “Yang panyang takoeh Lhee, yang paneuk takoeh dua”. Saking takutnya para penjajah, mereka hanya bisa bersembunyi di balik benteng benteng yang mereka bangun. Kembali ke Syekh Ahmad Khatib, penulis lainnya yang juga karya-karyanya di cetak di Timur Tengah adalah Syeikh Mahfudz bin Abdullah Termas yang merupakan ahli Hadis kebanggaan nusantara. Saat penulis berkunjung ke Pustaka Mesjidil Haram, penulis melihat langsung karyanya dalam beberapa jilid dan menjadi koleksi perpustakaan Mesjidil Haram.
Ulama lainnya yang juga menulis kitab penting adalah Syekh Ihsan Jampes Kediri yang merupakan pengarang Kitab Sirajutthalibin dalam dua jilid tebal ulasan terhadap kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Al Ghazali. Dan banyak lagi ulama-ulama lainnya sampai tahun 1916, ditandai dengan lahirnya Syekh Muhammad Yasin Padang.
No responses yet