Penyakit mental, krisis spiritual dan kejiwaan pada seseorang itu bisa muncul saat seseorang tidak punya sosok yang bisa dijadikan panutan dan bisa dicintai. Ada pertanyaan2 dlm diri yg gak terjawab akibat belum menemukan orang yang bisa dicintai. Selama belum nemu, orang pun terus bingung dan goyah.
Jadi, cinta seseorang pada seseorang itu sebenarnya naluri makhluk. Munculnya rasa cinta pada diri kita pada seseorang itu disebabkan adanya satu bentuk al jamilatul batinah (kebagusan di dalam batin) berupa perspektif/ prasangka baik yang membuat hati kita terus condong pada yg dicintai. Besarnya prasangka itupun macem-macem.
Misal seperti saat sekarang, banyak ulama yang meninggal. Lalu tanggapan di medsos macem-macem. Ada yang sangat kehilangan lalu unggah status ikut kehilangan hingga ikut sholat ghoib dan memberikan doa terbaik pada mereka. Ada pula pecinta ulama yg memilih tidak menunjukkan rasa kehilangannya di medsos. Ada yang aslinya gak ada rasa sedih atas meninggalnya para ulama itu tapi ikut nulis turut berduka sekedar ikut arus. Ada yang sama sekali gak ada rasa kehilangan. Dan lain2. Semua itu tergantung bagaimana perspektif batin mereka terhadap para ulana itu.
Macam-macam perspektif itu diakibatkan adanya standar yang berbeda antar tiap orang dalam menetapkan orang yg layak dicintai oleh dirinya. Standar2 inilah yg bikin orang terikat hatinya pada seseorang atau malah membenci seseorang. Perbedaan standar ini juga bikin orang kadang terlalu fanatik pada yg dicintai dan berbuat tidak adil pada yang dibenci.
Nah, sebagai jalan tengah biar gak kebingungan, Imam Ghozali berpendapat, tolok ukur (standar) orang yang layak dicintai itu seyogyanya minimal merujuk pada tiga hal :
1. Ilmu
Sebanyak apa ilmu mereka tentang Gusti Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, keajaiban jagat raya dan akhirat-Nya dan hikmah-hikmah tentang kisah para Nabi-Nya.
2. Qudroh
Tentang bagaimana seseorang itu menguasai dirinya sendiri agar konsisten pada kebenaran. Seperti bagaimana dia menjaga syahwatnya, menjaga konsistensi lurusnya akal pikirnya, menjaga konsistensi ibadahnya dan konsistensi dalam meniti jalan yang benar.
3. Integritas
Tentang sejauh mana usaha dia menjauhi segala bentuk cacat dan mengusahakan perbaikan bagi jiwanya. Melihat integritas seseorang ini penting. Di mana, usaha lahir orang itu menjadi gambaran keadaan jiwanya. Seperti menjauhi bermacam-macam akhlaq buruk seperti sakitnya akal, buruknya perilaku di saat sendiri maupun di tengah masyarakat, sembari terus mengusahakan perbaikan.
Maka, usahakan kita mencintai orang yang layak dicintai dengan standar demikian. Dengan begitu, kita otomatis akan terobsesi dengan berbagai jenis kebaikan dan akhlaq yang baik. Lalu berusaha meniru para orang-orang baik tersebut.
No responses yet