Hari ini aku shalat Jumat di kota. Imam membaca Ayat al Qur’an yang sungguh menarik.
لَيْسُوا سَوَاءً ۗ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ . يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَٰئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Mereka (ahli kitab) itu tidaklah sama; di antara Ahli Kitab itu ada umat golongan (komunitas) yang berperilaku lurus, jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).”
“Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menganjurkan kebaikan, melarang melakukan keburukan/kejahatan dan aktif melakukan kerja-kerja sosial; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”
Lihatlah. Betapa Tuhan tak menjeneralisasi/ menyamaratakan non muslim (ahli kirab) dalam hal keyakinan dan perilaku.
Seorang teman bertanya: apakah hal tersebut juga terjadi dalam komunitas muslim?. Dengan redaksi lain : Apakah semua orang yang beragama Islam juga berkeyakinan dan bertingkah laku sama atau berbeda-beda?.
Apakah yang menjadi ukuran baik dan buruknya seseorang?. Apakah formalisme ritual keagamaan menjamin kebaikan seseorang?.
Aku tersenyum saja. Aku bilang: Pertanyaanmu keren tapi berat, membutuhkan permenungan intens.
Lalu aku bilang : “Salah satu problem kehidupan kita sepanjang sejarah adalah generalisasi satu isu atau kasus. Dalam bahasa lain : “universalisasi sesuatu yang partikular” dan partikularisasi sesuatu yang universal. Ini berdampak melahirkan ketidakadilan.
11.06.21
HM
No responses yet