Bogor, Jaringansantri.com – Penulis buku “Gerakan Politik HTI”, Sofiuddin, mengatakan bahwa Tindakan Pemerintah untuk menerbitkan Perppu ini layak diapresiasi, walaupun sangat telat.

Ia juga menilai, Pemerintah telat mengatakan bahwa HTI ini meresahkan bangsa Indonesia, harus diberi tindakan dan dibubarkan.

“Tapi saya melihat, daripada tidak ada tindakan pencegahan, lebih baik ada walaupun telat. Sehingga itu pun perlu diberikan apresiasi, kebijakan itu sudah tepat”, ujar Sofiuddin dalam Diskusi Kebangsaan “Mengawal Pancasila dan Menjaga NKRI : Perppu Ormas & Ancaman Ideologi Negara” di PPIB (Pusat Pengembangan Islam Bogor). Senin, (28/08).

Sebelumnya, ia menjelaskan panjang lebar tentang latar belakang lahirnya HT di Indonesia yang dideklarasikan pertama kali di Masjid Al Gifari Bogor. Dan mencontohkan kegagalan HT di seluruh dunia.

Berkembangnya Hizbuttahrir (HT) di seluruh dunia, menurut Sofiuddin, tidak ada yang berhasil dan mengarah pada hal-hal yang membawa masalah. “Posisi HT dimana-mana ditolak. Tapi kenapa di Indonesia diterima?”, ujar dosen STIQ Al Hikam Depok ini.

Hadir juga pembicara lainnya, yaitu HA. Khotimi Bahri (Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Bogor) dan mantan aktivis HTI kota Bogor, Hery al Halwani, serta Adhli al Qorni dari IPB Bogor sebagai moderator.

Selanjutnya, Hery al Halwani ingin memperjelas kenapa HTI itu begitu cepat menarik simpatisan dan bergabung menjadi anggotanya. Itu karena khilafah sebagai “jualan” yang sangat diminati. “Mereka tidak sadar kalau sedang dibodohi”, tandasnya.

Hery memaparkan bagaimana tahap dakwah HTI. pertama, tasqif individu (pembinaan individu), tasqif jamali (pembinaan umum) setiap bulan sekali gabungan halaqoh-halaqoh dari berbagai wilayah, kemudian dakwah mengenalkan ke Masyarakat. Memberikan doktrin kegagalan negara saat ini dan khalifah solusinya. Terakhir, pengambil alihan kekuasaan dengan cara dukungan Ahlun Nushrah (Tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam Pemerintahan) seperti TNI.

“Jadi HTI yang mengatakan bahwa ia anti kekerasan, itu bohong besar. Karena jika sudah kuat, tinggal satu perintah pemberontakan saja”, jelasnya.

Sedangkan HA. Khotimi Bahri menekankan bahwa argumentasi nash dan landasan sejarah yang dijadikan rujukan HTI sangat lemah. Pemerintah-pemerintah Islam seperti usmani, Abasyiah, Muawiyah, itu berbentuk Daulah dan dinasti, bukan Khilafah.

Belum lagi bicara syariat Islam. “Mereka anggap syariat Islam itu sesimpel yang ada dalam pikiran mereka”, katanya.

“Undang-undang tentang kehidupan sosial Turki Usmani misalnya. Terdiri dari seribu bab, itu terdiri dsri kaidah-kaidah ushul fiqih. Bukan ayat, bukan hadits”, tandasnya.

Terakhir, Sofiuddin menambahkan bahwa Pancasila itu sudah tepat untuk mempertemukan keberagaman di Indonesia. Pancasila itu sakt, lalu dimana letak kesaktiannya ? “Pancasila itu sakti karena ketika ditenggelamkan, Indonesia jadi kacau dan kehilangan identitasnya”, terangnya.

“Pancasila itu bukan agama, tapi di dalamnya terkandung nilai-nilai agama. Pancasila bukan jalan, tapi menjadi titik temu diantara perbedaan banyak jalan. Pancasila tidak hanya dibutuhkan Indonesia, tapi juga dunia”, pungkasnya.

Acara diskusi kebangsaan ini, diselenggarakan oleh Visi Islam Sunni, bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Islam Bogor dan Penerbit Buku Pustaka Compass. (Aditia Wibisono).

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *