Salah satu simbol dari alim adalah memiliki sifat rahmat atau welas asih. Hal itu disindir dalam pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Hidlir dalam ayat:
فوجدا عبدا من عبادنا آتيناه رحمة من عندنا وعلمناه من لدنا علما
Welas asih itu salah satunya diungkapkan dengan mendoakan orang-orang yang dicintainya.
Suatu saat pada musim haji, Syaikhona Maimoen Zubair melakukan thowaf sekitar jam tiga pagi dan didampingi oleh Syaikh Zuhrul Anam Hisyam menantunya.
Saat thowaf itu, Syaikhona Maimoen Zubair berulang-ulang membaca do’a:
اللهم اجعلني ومن أحبني من كبار أولياءك
ALLOHUMMA IJ’ALNI WAMAN AHABBANI MIN KIBARI AWLIYAIKA.
“Ya ALLOH, Jadikanlah diriku dan orang-orang yang mencintaiku sebagai wali-wali agung-Mu”.
Do’a itu yang dibaca terus-menerus oleh Syaikhona Maimoen Zubair pada tujuh putaran thowaf. Mendengar do’a Syaikhona Maimoen Zubair, Syaikh Zuhrul Anam yang mengikutinya pun menangis.
Begitulah wali-wali ALLOH, berdoa tidak untuk kepentingan pribadi, akan tetapi berdoa dan berusaha untuk kepentingan umat.
***
Ditulis menjelang dua tahun wafatnya Syaikhona Maimoen Zubair.
No responses yet