Penelusuran Kisah Inspiratif Jawara Hafiz Indonesia RCTI 2018

Aida, mendengar namanya kita akan terngiang pada seorang anak yang belum lama ini menjadi buah bibir bagi masyarakat tanah air. Sosok yang telah mengangkat derajat kedua orang tuanya akan prestasi gemilangnya. Seorang anak yang telah mengharumkan Bumi Kanjuruhan Malang Raya setelah menorehkan prestasi yang luar biasa. Gadis belia yang mampu menjadi magnet dan inspirasi banyak anak untuk bercita-cita menjadi keluarga Allah SWT lewat penghafal Al-Qur’an. Sosok puteri idaman yang dapat menggelorakan kebanggaan yang patut disyukuri bagi almamaternya setelah berhasil menjuarai ajang Hafiz Indonesia RCTI 2018.

Terlahir dari keluarga dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu, rumah yang berada di pelosok pedesaan, kediaman yang masih mengontrak, gadis yang lahir dengan nama Zahra Fuaida Hakim ini mampu mengungguli peserta-peserta lain yang terjaring dari berbagai daerah di penjuru tanah air. Sebutlah Muslim, seorang hafidz cilik kelahiran Mesir yang dibesarkan di Kota Suci Makkah Al-Mukarromah yang menduduki peringkat kedua dari even yang rutin diselenggarakan oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada bulan suci Ramadhan ini. Atau Aisyah, gadis penghafal Al-Qur’an asli Baturaja, Sumatera Selatan dalam kompetesi yang telah memasuki tahun keenam ini. Belum lagi ratusan peserta yang telah melalui seleksi ketat hafalan Al-Qur’annya dari penjuru tanah air. 

Dari penilaian juri-juri handal dalam bidangnya seperti Syekh Ali Jaber (Dai Kelahiran Madinah) Syekh Abdul Karim Al-Makki (Qori Internasional dari Mekkah), Dr. Amil Faishol Mahmud (Mufassir Al-Qur’an alumni International Islamic University Islamabad, Pakistan) Nabilah Abdurrahim Maryam (Pengajar di sebuah Lembaga Al-Qur’an Saudi Arabia), TGB KH. Muhammad Zainul Majdi, (Gubernur Nusa Tenggara Barat).  Terpilihlah Zahra Fuaida binti Lukman Hakim asal Kabupaten Malang sebagai juara pertama dalam ajang yang memperebutkan hadiah puluhan juta rupiah dan umrah gratis ini. Tak cukup itu Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang saat itu diwakili oleh Wakapolri Komisaris Jendral Syafruddin memberikan kesempatan Aida beserta kedua orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Siapakah Aida itu? Siapakah kedua orangtuanya yang begitu bersyukurnya kepada buah hatinya yang di masa belianya mampu menghantarkan mereka ke tanah suci? Dimanakah Aida belajar menghafalkan Al-Qur’an sampai mampu menjuarai Hafiz Indonesia? Apa rahasia dibalik kegemilangannya menjadi kampium ajang bergengsi dalam ikhtiar mensyiarkan Kalam Illahi di tanah air ini? Simak penelusuran kami langsung dari catatan singkat dari wawancara kedua orangtua Aida di kampung halamannya dan gurunya di tempat dimana dia belajar. 

Aida, begitulah nama panggilan dari putri sulung dari pasangan keluarga guru honorer Bapak  Lukman Hakim (Mengajar di MI Miftahul Huda Sukorejo Gondanglegi) dan Ibu Sofia (Mengabdi di SMP Roudlotul Ulum Ganjaran dan MTs Zainul Ulum Ganjaran) ini. Terlahir pada Selasa 29 Mei 2009, Aida merupakan sosok anak yang cukup cerdas dibanding anak seusianya. Bagaimana tidak di usia yang masih 9 tahun ini, siswa kelas 3 di Madrasah Ibtidaiyyah Miftahul Huda, Sukorejo, Gondanglegi ini sudah mampu menghafal Al-Qur’an 12 Juz secara mutqin.

Aida memulai proses menghafal Al-Qur’an pada usia 6 tahun atau saat duduk di bangku TK Sunan Giri, Sumberjaya, Gondanglegi. Awalnya ayahandanya sendiri yang mengajarkan Al-Qur’an sebelum kemudian memasukkan ke TPQ yang hanya dalam jangka satu tahun saja sudah lulus atau khatam membaca Al-Qur’an dengan bin-nadhor (melihat mushaf). Dalam kesehariannya kakak dari Adziya Qotrun Nada Hakim ini siang selepas sekolah, pulang ke rumah untuk tidur siang. Setelah sholat ashar ayahnya mengantarkannya mengaji ke TPQ Al-Islamy di desa Ganjaran Kecamatan Gondanglegi. 

TPQ Al-Islamy adalah sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an binaan Gus Muhammad Nawawi al-Hafidz. TPQ Al-Islamy berada dalam naungan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Roudhotul Ulum IV, Ganjaran asuhan KH. Muhammad Kholili. TPQ Al-Islamy menggunakan metode Qiroati yang disusun oleh Almaghfurlahu KH. Dahlan Salim Zarkasy, Semarang. Dalam perkembangannya metode baca Al-Qur’an yang begitu melegenda ini memiliki progam Pasca-TPQ yakni Tahfidzul Qur’an. Menurut Gus Nawawi, dalam Progam Pasca TPQ ini diperuntukkan bagi murid sudah khatam membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan metode Qiroati yang berkeinginan menghafal Al-Qur’an. Dalam pelaksanaan metode ini murid tidak harus menetap di pesantren. Meski begitu, beliau juga membuka kesempatan kepada murid untuk bermukim di pesantren, meski jumlahnya tak banyak.

Pembinaan Progam Pasca TPQ ini dibina langsung oleh Istri Gus Nawawi sendiri yakni, Ning Sufa Inayatul Kamaliyah putri Al-Maghfurlahu al-Hafidz KH. Abdullah Kamal Mufidz, Pendiri Pondok Pesantren al-Kamaliyah, Penarukan, Kepanjen, Malang. Hafalan Al-Qur’an dibuat secara mandiri oleh peserta didik di kediamannya masing-masing untuk kemudian di sore harinya disetorkan ke beliau dan guru-guru lainnya. Terkait mengulang (murojaah) hafalan sebelumnya dilakukan oleh para santri dengan membentuk halaqah atau lingkaran sesuai dengan juz yang dihafalkan sebelumnya. Jadi secara bergantian mereka membacakan Al-Qur’an dengan hafalan dan murid lainnya menyimak. 

Setiap akan berganti juz, murid diwajibkan untuk membacakan juz yang sebelumnya telah dihafalkan secara bil-ghoib (tanpa melihat mushaf) dengan kesalahan maksimal 10 kali, diatas itu maka harus mengulang ujian kenaikan juz ini. Setelah lulus barulah murid boleh melanjutkan juz setelahnya. Dan dari sinilah Aida menjalani proses menghafalkan Al-Qur’an. Namun beberapa dalam menghafal Al-Qur’an terlebih dahulu membaca satu halaman sampai 5 kali, baru kemudian dihafalkan sedikit demi sedikit. Ketika kami bertanya kepada ayahandanya mengapa tidak sekalian dipondokkan, maka sang ayahnya dengan lugas menjawab bahwa beliau ingin mengasuh sendiri buah hatinya tersebut sampai beranjak remaja.

Sebelum maghrib Aida dan kawan-kawannya beranjak pulang. Sambil menunggu ayahnya yang sehari-hari bekerja sebagai guru honorer di tempat Aida bersekolah (MI Miftahul Huda Sukorejo, Gondanglegi) datang menjemputnya ini, Aida merapalkan hafalannya. Hal ini dilanjutkan sampai setelah sholat maghrib. Setelah sholat Isya’ Aida belajar untuk sekolah esok pagi dan segera tidur. Esok setelah subuh, sang ayah menyimak hafalan lama Aida dan membantu menyiapkan untuk setoran hafalan nanti sore. Meski hanya hafal surat-surat pilihan, namun dengan tekun serta istiqomah pria asal Jenggolo, Kepanjen, Malang ini mendengarkan ayat demi ayat yang dilantunkan buah hatinya ini dibantu oleh istri tercintanya yang asli Desa Sumberjaya ini.

Proses Aida sampai menjadi Jawara Hafiz Indonesia memang tak mudah. Sebagaimana dituturkan oleh ayahnya ini diawali dengan pengumuman di website resmi RCTI. Aida mengikuti proses seleksi via video call dari rumahnya. Setelah dinyatakan lulus Aida harus berangkat ke Jakarta untuk mengikuti seleksi lanjutan bersama 60 peserta lain dari seluruh Indonesia. Dalam tahapan seleksi Hafiz Indonesia memang terdiri dari 5 tahap yakni tahap Salamah (audisi), Tahap Muqadimah (perkenalan), Tahap Izaalah (eliminasi), Tahap Musabaqah (perlombaan) dan, Wisuda Akbar (babak terakhir)

Setelah itu disaringlah keenam puluh peserta tersebut untuk dikerucutkan sampai 24 peserta yang kemudian akan dipertandingkan secara live di layar kaca. Kemudian proses audisi yang berjalan pada bulan Rajab atau dua bulan sebelum tayang ini, dimulai sampai sebulan lamanya. Sampai akhirnya menghasilkan 3 besar yakni Aida dari Malang, Muslim dari Mekkah, dan Aisyah dari Baturaja. Dan keluarlah Aida menjadi juara satu Hafidz Indonesia RCTI 2018.

Selain memilih yang siapa yang terbaik, penilaian dalam Hafidz Indonesia menggunakan 5 kriteria yakni Afsoh (Terfasih Bacaanya), Ajwad (Terbaik Tajwidnya), Aqwa (Terkuat Hafalannya), Ahfadz (Terbanyak Hafalannya), Ajmal (Terindah Bacaanya). Dalam edisi tahun ini secara berurutan yakni Aida dari Malang (Afsoh) Aisyah dari Baturaja (Ajwad), Wahib dari Pangkep (Aqwa), Hamzah dari Karanganyar (Ahfadz) dan Kayla dari Makassar (Ajmal). Masing-masing peraih predikat itu mendapat hadiah sebesar lima juta rupiah.

Awalnya kedua orang tua Aida sempat tidak percaya ketika Aida putrinya keluar menjadi juara, seperti ibunya yang baru berangkat di tiga sesi akhir menjelang final. Namun begitulah Allah SWT menuliskan suratan takdir kepada keluarga yang Insya Allah SAMAWA (Sakinah Mawaddah wa Rahmah) ini. Meski baru 12 juz yang dihafalkan dibanding peserta lain yang sebagian sudah khatam 30 juz, namun berkat lantunan Al-Qur’an yang lancar, ketepatan tajwid didukung akhlak yang ditonjolkan selama pelaksanaan audisi, maka terpilihlah Aida sebagai jawara Hafiz Indonesia sesi 6 ini. Selain itu ciri khas dari Aida menurut pengakuan Syekh Ali Jaber adalah menemukan dirinya sendiri tidak meniru siapa-siapa dan mengikuti suaranya sendiri. Menurut Syekh Abdul Karim al-Makki al-Fathoni, Qori Internasional dari Patttani, Thailand mengatakan bahwa suara Aida mirip Adzan Upin dan Ipin yang alunannya seperti nada Jiharka. 

Tentang Syekh Ali Saleh Mohammed Ali Jaber  yang lahir di lahir di Madinah, 3 Februari 1976. Aida memiliki kesan yang begitu mendalam. Dimana sebelum mengikuti proses audisi, suatu ketika Aida pernah berkata kepada ayahandanya 

“Yah, saya bermimpi? Kata Aida

“Mimpi apa anakku? Tanya Sang Ayah 

“ Saya berminpi melihat saya sendiri 

“Lho kok bisa anakku” heran ayahnya 

“Saya dipangku oleh Syekh Ali Jaber”, Jawab Aida 

“Alhamdulillah anakku, kita akan pergi ke Jakarta. Kita tidak mencari kemenangan, kita tidak mencari apa-apa, jika Allah menakdirkan bahwa kamu akan dipangku oleh Syekh Ali Jaber” Jelas Sang Ayah

Dalam pengakuannya kepada Irfan Hakim yang disampaikan dengan berkaca-kaca ini dipangku saja itu sudah cukup bagi beliau. Hal ini juga diakui oleh Aida dengan anggukan. Dari isyarat inilah pada suatu sesi Syekh Ali Jaber maju ke depan panggung dan benar-benar memangku Aida. Guru Al-Qur’an dari Tanah Suci ini memangku dan mencium tangan Aida. Tak cukup itu, Dr. Amir Faisol Fath yang pernah menyantri di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep ini juga ikut maju untuk menceritakan tentang seseorang penjual roti yang begitu kerasnya usaha untuk  bisa bertemu Imam Ahmad bin Hanbal. Dari sinilah ternyata yang menjadi isyarat dari mimpi yang menghantarkan Aida menjadi juara.  

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu pepatah mengatakan. Keberhasilan sosok Aida yang mampu memperoleh hasil gemilang ini takkan terjadi tanpa usaha serta doa dari kedua orang tuanya. Meski tidak secara gamblang ayahanda maupun ibundanya mengungkapkan namun hal itu sudah terpancar dari keistiqomahan keduanya dalam mendidik buah hatinya. Saat bersilaturrahmi kepada KH. Muhammad Kholili, ada yang mengatakan hal itu berkat puasa di siang harinya dan sholat malam yang terus dilakukan untuk menunjang keberhasilan buah hatinya. 

Hal itu juga diamini Kyai asli Bangkalan alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini, beliau juga menambahkan bahwa sosok kebaikan dari Pak Lukman yang tak lain adalah ayah Aida sudah terlihat dari sejak mengaji kepada beliau di lingkungan pesantren yang dirintis oleh Almaghfurlahu KH. As’ad Ismail dari Sampang yang pernah menyantri Syaikhona Kholil Bangkalan ini.

Pak Lukman dikenal masyhur akan keistiqomahan dan ketekunannya dalam menyantri sampai sempat mengajar di Madrasah Diniyyah dalam lingkup pesantren yang berada di samping Masjid Asy-Syafiyyah, Ganjaran. Selain itu menurut Gus Nawawi, Guru Ngaji Aida. Kesuksesan ini berkat dari cita-cita luhur dibarengi ikhtiar serta istiqomah dari kedua orangtualah yang menjadi kunci sukses Aida dapat meraih prestasi gemilang yang sudah patut disyukuri. 

Saat ini berjibun kenikmatan datang bertubi-tubi datang menghampiri Pak Lukman sekeluarga mulai dari mendapat hadiah senilai Rp.135.000.000,00, 3 paket haji dan 3 paket umrah sampai tamu yang setiap harinya di momen lebaran ini untuk sekedar bersilaturrahmi ke kontrakannya sederhananya yang berada di pintu perbatasan Desa Sumberjaya dan Desa Bulupitu ini. Meski mendapatkan kenikmatan yang begitu besar namun keluarganya yang tak jumawa, dan mengganggap ini semua datangnya dari Allah semata. Bimbingan serta doa dari guru-guru Aida yang begitu besar juga menjadi faktor utama Aida meraih juara. Semoga Aida mampu menuntaskan hafalannya sampai khatam 30 Juz dengan baik dan lancar.

Begitulah Aida yang awalnya bercita-cita ingin membangunkan rumah untuk kedua orang tuanya ternyata mampu menghantarkan kedua orang tua di Baitullah di Makkah al-Mukarromah dan Insya Allah kelak akan menuntun keduanya di rumah keabadian di Surga Jannatul Firdaus. 

Semoga inspirasi ini menjadi pelecut untuk menjadi keluarga Illahi dengan menghafalkan kalam-kalam-Nya. Semoga berangkat dari coretan sederhana diatas mampu meningkat motivasi untuk lebih bersemangat mengaji meski belum lama ini kita ditinggalkan bulan Suci Ramadhan. Semoga inspirasi dari Aida ini mampu menumbuhkan semangat kepada generasi muslim untuk lebih mencintai Al-Qur’an.

ا للّهُمَّ انْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ رَضيْعَ قُلُوْ بِنَا وَ جَلَآءَأَحْزَا نِنَا وَنُوْرَ صُدُوْرِنَا وَ ذَهَابَ غُمُوْمِنَا وَهُمُوْمِنَا

اللّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْقُرْآنَ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُكَ وَخَآصَّتُكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah.. Jadikanlah Al-Qur’an-Mu Yang Agung, taman hati kami, penghilang rasa sedih kami, menjadi cahaya hati kami, dan pengusir gundah gulana kami.”

“Ya Allah. jadikanlah kami keluarga Al-Qur’an,

yaitu orang-orang yang menjadi keluarga-Mu dan yang Engkau khususkan. Wahai Dzat yang Penyayang diantara Para Penyayang…”

Ganjaran, 6 Syawal 1439 H

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *