Hampir jarang umat Islam di Ibu Kota yang tak mengenal tokoh satu ini. Namanya senantiasa abadi di telinga masyarakat hingga hari ini. Mutiara ilmunya terus menyebar melalui murid-muridnya yang cemerlang. Majelis taklimnya terus ramai dan makamnya senantiasanya diziarahi.
Ia adalah Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, atau dikenal dengan nama Habib Ali Kwitang. Dalam sejarahnya, ia lahir di Jakarta, 20 April 1870 atau 20 Jumadilula 1286, wafat di Jakarta, 13 Oktober 1968.
Ayahnya, Habib Abdurrahman al-Habsyi adalah seorang ulama dan da’i keturunan Sayid Hadrami yang dikenal hidup zuhud. Ayahnya meninggal dunia saat Ali dalam usia kecil. Sedangkan ibunya, perempuan sholehah puteri seorang ulama Betawi dari Kampung Melayu.
Ke Hadramaut dan Makkah
Habib Ali remaja, sekira di usia 11 tahun, berangkat ke Hadramaut untuk memperdalam Islam. Tempat pertama yang ditujunya ialah ke rubath Habib ‘Abdur Rahman bin ‘Alwi al-’Aydrus. Di sana ia menekuni belajar dengan para ulamanya, antara yang menjadi gurunya ialah Shohibul Maulid Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Hasan bin Ahmad al-’Aydrus, Habib Zain bin ‘Alwi Ba’Abud, Habib Ahmad bin Hasan al-’Aththas dan Syaikh Hasan bin ‘Awadh.
Ia juga berkesempatan ke al-Haramain dan meneguk ilmu daripada ulama di sana, antara gurunya di sana adalah Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi (Mufti Makkah), Sayyid Abu Bakar al-Bakri Syatha ad-Dimyati, (pengarang kitab I’aanathuth Thoolibiin) Syaikh Muhammad Said Babsail, Syaikh ‘Umar Hamdan.
Tak hanya belajar di tempat leluhurnya, Habib Ali juga menunaikan haji, tercatat sebanyak tiga kali. Pertama 1311 H/1894 M pada masa Syarif Aun, kedua 1343 H/1925 M pada masa Syarif Husein, dan 1354 H/1936 M pada masa Ibnu Saud dan pergi ke Madinah 2 kali.
Berdakwah di Tanah Air
Habib Ali di samping dikenal sebagai pribadi yang alim, ia dikenang masyarakat sebagai pencetus maulid akhir Kamis bulan Rabiul Awwal setelah wafatnya Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi sejak 1338 H/1920 M sampai 1355 H/1937 M di madrasah Jamiat Kheir.
Tentunya, yang lebih dikenal lagi dari dakwah beliau ialah pengajian tetap di Majlis Taklim Kwitang yang diadakan setiap hari Minggu pagi sejak kurang lebih 70 tahun yang lalu. Hingga hari ini, peserta pengajian yang berpuluh-puluh ribu aktif mengikuti. Kini dakwah tersebut terus dilanjutkan oleh murid-muridnya menebar luas sampai desa-desa terpencil.
Baca Juga :
- HABIB ALI KWITANG : Ulama Kharismatik, Pejuang Kemerdekaan
- Salinan Kitab Maulid Simtudduror di Kwitang
- Pra Kemerdekaan, Bung Karno Sering Sowan Ke Habib Ali Kwitang
Pada 1940-an, Habib Ali juga membangun Masjid Al-Riyadh di Kwitang serta di samping masjid tersebut didirikannya sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Unwanul Falah. Tanah yang digunakan untuk membangun masjid tersebut merupakan wakaf yang sebagian diberikan oleh seorang Betawi bernama Haji Jaelani (Mad Jaelani) asal Kwitang.
Tak terhitung jumlah ulama Betawi yang pernah menjadi muridnya atau pernah belajar di madrasah yang didirikannya. Di antara muridnya yang terkenal adalah KH. Andullah Syafi’i (pendiri majlis taklim Assyafi’iyah, KH. Thahir Rohili (pendiri majlis taklim Ath-Thahiriyah dan KH. Fathullah Harun (ayah dari Dr. Musa Fathullah Harun, seorang bekas pensyarah UKM).
Di samping itu, dalam catatan Habib Ali juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Srilangka, dan Mesir. Maka tak heran ia merupakan tokoh ternama pada zamannya. Bisa dipastikan siapa pun ulama dan dari mana pun asalnya, jika berkunjung ke Jakarta maka mereka menyempatkan diri berkunjung ke Kwitang.
Karya Tulis
Ada tiga kitab yang berhasil ditelusuri dan diyakini karya Habib Ali Kwitang. Yaitu: Al-Azhar Al-Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah, Ad- Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah, dan Qurrat al-‘ain fi Ahadits Sayyid al-Kaunain.
Sumber : Buku 27 HABAIB BERPENGARUH DI BETAWI: Kajian Karya Intelektual dan Karya Sosial Habaib Betawi dari Abad ke-17 hingga Abad ke-21, Editor: H. Rakhmad Zailani Kiki, S.Ag, MM, diterbitkan oleh : JAKARTA ISLAMIC CENTRES
No responses yet