Pasca nobar film JEJAK KHILAFAH, para simpatisannya nampak gembira sekali dan merasa menang serta khilafah tinggal di depan mata (persis kayak saat HT Suriah ikut memberontak bersama para pemberontak lainnya dan terjadi perang, maka HT Indonesia sudah gembar-gembor bahwa khilafah udah hampir terpegang, ternyata malah Baghdady yang mendeklarasikan diri sebagai Khalifah, dan tentu itu ditolak oleh Hizbut Tahrir karena dianggap tidak sesuai dengan formulasi khilafah yang HT buat).

Kegembiraan pasca nobar ini bisa ditilik dari semisal puisi Fahmi Amhar yang bilang jejak khilafah ada di India, Turki, Mesir juga di Madinah dengan menyebut Tsaqifah Bani Saidah (salah dia nulis Saqifah (سقيفة) pakai huruf ts alias huruf ث. Lihat foto di bawah ini saya ambilkan dari Tarikh Tabari juz 4 yang mengisahkan tentang peristiwa Saqifah relatif panjang, ada 8 halaman).

 Lalu saya juga baca status milik Doni Riw  yang isinya, walaupun filmnya diblokir, tapi berhasil berkelit dalam tiga kali pemblokiran dan itu menurutnya adalah kemenangan perang gerilya cyber yang bahkan medan pertempurannya adalah milik kapitalis sendiri (kata kang Rozan maling biasanya lebih pintar. Lalu si Doni mengatakan, film itu sekaligus menjadi tanda kekalahan peradaban sekuler yang sebentar lagi akan menjadi nyata.

Dua hal akan saya tanggapi tentang jejak dan demokratis.

  • Masalah jejak khilafah yang ingin dikoarkan sampai berbusa-busa hingga perut lapar dan hampir pingsan itu andaikan benar ada jejak, tapi  hal itu bukan dalil perintah wajib agar NKRI diubah menjadi khilafah. Bahkan dalam kitab mutabannat (kitab otoritatif milik HT yang bila dalam BM NU sama dengan kutub mu’tabarah) dijelaskan bahwa dalam fiqih, tarikh atau sejarah tidak boleh dijadikan sumber hukum (lihat foto kitab milik HT).
  • Nampaknya logika demokrasi HT adalah demokrasi liberal ala Londoniyyah dan sejenisnya dimana kebebasan total terjadi. Saya sudah kritik nalar saklek HT yang dipakai HT saat  memahami demokrasi (baca artikel saya di Jurnal Islamica Pasca UINSA). 

Demokrasi di Indonesia tentu beda dengan Barat. Perbedaan inilah yang menjadi ciri khas sebagai negara yang punya agama dan budaya adiluhung. Agama dan budaya adiluhung inilah yang menghasilkan kesepakatan bernegara yang disebut NKRI. Tentu kalau sudah disepakati harus dijaga kalau ada yang mau menggantinya pemerintah harus berupaya semaksimal mungkin untuk menghalanginya. Karena pengubahan tidak menghasilkan kemaslahatan tapi malah pertengkaran. Ya buktinya sekarang ini, di medsos muncul pertengkaran, belum lagi di dunia nyata, di masyarakat.

Mari kembali sama sama merawat NKRI wahai simpatisan…mari bareng bareng kita sikat para petualang politik dan para koruptor.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *