Jelang dini hari rombongan ki Ageng Ganjur mendarat di bandara Intetnasional Houari Boumedienne Aljir. Suasana bandara sudah sepi, mungkin karena ini penerbangan terakhir malam itu. Kami agak tertahan di imigrasi karena ketika petugas memerikasa dan mengetahui rombongan kami adalah musisi dari Indonesia mereka minta kami memainkan alat musik. Kebetulan di cabin kang Jimbot bawa suling, langsung saja dimainkan di depan petugas imigrasi. 

Mendengar alunan seruling kang Jimbot semua petugas imigrasi yg ada di pos pemeriksaan segera keluar dan bergerombol menyaksikan atraksi suling kang Jimbot. Untungnya sudah tidak ada lagi penungpang lain yang harus diperiksa. Bahkan personil Ganjur yg lain yg sedang antri langsung distempel paspornya tanpa ditanya-tanya. Sayangnya kami tidak boleh mengambil gambar momen yg unik ini. Namun para petugas imigrasi bandara berebut mengabadikannya. Kejadian ini terulang saat pemeriksaan barang. Dan kembali para petugas berebut mengambil gambar kejadian unik ini.

Baca Juga : Ki Ageng Ganjur di Belanda: Musik Nusantara Menembus Batas Budaya

Di bandara kami dijemput beberapa petugas KBRI tetmasuk mas Taufiq, suami ibu Dubes Rosa. Sekitar jam 01-an kami tiba di wisma KBRI dan langsung istirahat karena jam 05.00 kami harus bangun untuk persiapan berangkat ke Konstantin  menggunakan pesawat jam 07.30. Kondisi badan yang cape setelah jalan2 seharian di Paris seolah tidak dirasakan oleh teman2. Semua karena perasaan happy dan enjoy menikmati perjalanan serta semangat yang terus menyala.

Tiba di Konstantin saya bersama Ibu Dubes langsung menuju ke Univ. Emir Abdelkader untuk seminar sedangkang para personil Ganjur langsung loading alat di venue yang ada di hotel Novotel, Konstantin. Di kampus kami dasambut oleh Rektor, Dr. Said Daroji, beserta jajarannya dan langsung menuju ruang seminar yang sdh dipenuhi peserta. Ada sekitar 100an orang yang mayoritas mahasiswa program Doktor dan dosen, diantaranya Dr. Chebaiki Djemat (Wakil Rektor bidang akademik dan riset), ust. Dr. Aziz Haddad (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan), Prof. Dr. Abdullah Boukhelkhal (Mantan Rektor UEA) 

Tema seminar adalah “Spirit Konferensi Asia Afrika dan Peran Bung Karno Dalam Kemerdekaan Aljazair. Dalam seminar ini penulis didaulat menjadi narasumber bersama Rektor Univ. Emir Abdulkader. Seminar dibuka oleh Dubes RI unt Aljazair, ibu Safira Machrusyah. Dalam sambutan pembukaan ibu Dubes menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak Universitas yang telah berkenan mengangkat tema mengenai sejarah dan pemikiran seorang tokoh Indonesia, Ir. Soekarno. Ini merupakan penghormatan bagi kami, bangsa Indonesia. 

Menurut bu Dubes, Tema ini tidak saja mempererat hubungan persahabat Indonesia Aljair, tetapi juga bisa meningkatkan kesadaran sejarah bagi generasi muda kedua negara. Melalui pemahaman sejarah generasi muda akan memiliki referansi yang bisa memperkuat daya tahan inteleltual, akademik dan kultural saat menghadapi era global dengan informasi tanpa batas. Selain itu dengan pengenalah sejarah bangsan dan pikiran para tokohnya anak2 muda akan memiliki rasa bangga pada bangsa dan tokohnya sendiri Inilah pentingnya  generasi muda mengenal sejarah para tokoh bangsanya sehingga memiliki kepercayaan diri yang tinggi.

Seminat berjalan secara menarik karena respon para peserta yang atusias. Mereka sangat mengagumi Bung Karno dan akan selalu mengingat jasa2 beliau kepada rakyat Aljazair. Sayangnya sejarah seperti ini belum banyak diketahui generasi muda. Komen dan pertanyaan dari para peserta sangat kritis dan tajam. Beberapa gagasan dan catatan penting yang memerlukan tindak lanjut muncul dari seminar ini. Mengenai isi diskusi dan gagasan yang muncul akan kami paparkan pada tulisan berikutnya, semoga tetap sabar menanti.

Warga Aljazair Kagumi Pancasila dan Akhlak Orang Indonesia

Setelah dibuka oleh Dubes Safira, seminar dimulai dengan paparan dari Rektor Universitas Emir Abdulkadir (UEA) Dr. Said Darroji. Dalam paparannya Dr. Said menjelaskan bahwa KAA merupakan mementum penting bagi kemerdekaan Aljazair. Karena di forum itu lahir resolusi untuk kemerdekaan Aljazair dan negara Afrika lainnya. Resolusi itu ditanda tangani oleh sepuluh negara diantaranya Indonesia, Iraq, Palestina, India dsb. Dari resolusi itulah gerakan kemerdekaan Aljazair bergaung ke dunia internasional bahkan sampai ke PBB. Jasa Soekarno dan bangsa Indonesia sangat besar bagi Aljazair dan sejarah ini tak boleh dilupakan. Generasi muda harus tahu sejarah ini agar hubungan persahabatan Aljazair dan Indonesia tetap bisa dijaga dan dipertahankan.

Narasumber berikutnya, Dr. Ngatawi al-Zastrouw, dosen Pasca Sarjana UNUSIA Jakarta menjelaskan KAA yang dimotori Bung Karno merupakan manifestasi dari spirit memperjuangkan  kemerkaan semua bangsa yang tertulis dalam muqaddimah UUD 45 yang menjadi dasar NKRI. Dalam upaya merealisasikan amanat tersebut Soekarno menggunakan berbagai cara untuk membantu kemerdekaan beberapa negara di kawasan Asia Afrika bahkan sampai Amerika Latin.

Dalam konteks kemerdekaan Aljazair, Zastrouw menyebutkan  Soekarno tidak hanya membatu secara politis dan diplomatis di PBB dan forum internasional lainnya, tetapi juga membantu dalam perjuangan fisik. Diantaranya, Soekarno pernah menyelundupkan senjata untuk membantu para pejuang kememerdekaan Aljazair yang tergabung dalam Front National Pembebasan Aljazair (FNPA). Selain bantuan senjata, menurut  Abdelhamid Mehri, salah seorang pejuang FNPA, Bung Karno juga mengirim pasukan TNI untuk melatih para pejuang Aljazair. Spirit KAA menurut Zastrouw bisa menjadi sumber inspirasi membangun solidaritas antar negara berkembang dalam menghadapi berbagai problem dan tekanan global sebagai wujud dari kolonialisme modern. Sebagaimana pernah disampaikan Bung Karno saat memberikan sambutan di KAA.

Menanggapi paparan narasumber, Prof. Dr. Abdullah Boukhelkhal menyampaikan bahwa kedekatan emosional rakyat Aljazair dan Indonesia tak bisa dipungkiri. Meski tidak saling kenal namun hati mereka sudah tertaut. Ini dibuktikan ketika perjuampaan dua bangsa ini saat ibadah haji. Rakyat Aljazair selalu terkesan dengan akhlak mulia masyarakat Indonesia. Dari sini merrka bisa faham mengapa Soekarno bisa memiliki akhlak mulia membela bangsa Aljazair secara ikhlas, karena Soekarno berasal dari masyarakat yang beraklak mulia. “Saya pernah bertanya kepada jamaah Indonesia dari mana bangsa Indonesia belajar akhlak mulia?” Kata prof. Abdullah. Orang Indonedia itu menjawab dari Islam yang diajarkan oleh para ulama. “Saya perlu pandangan elaboratif masalah ini dari narasumber” demikian prof. Abdullah

Tanggapan berikutnya datang dari Ust. Dr. Aziz Haddad. Dia menyatakan bahwa bangsa Indonesia terbangun atas tiga fondasi yang kokoh: bahasa (budaya), agama dan sejarah. Ketiga fondasi ini mampu diintegrasikan secara kokoh dan mendalam. Bagaimana bangsa Indonesia bisa melakukan hal itu? 

Seorang wartawati TV, Radia, menanggapi paparan ibu Dubes Safira soal pentingnya mrengajarkan sejarah pada kaum muda. Dia bertanya bagaimana cara efektif melakukan hal itu di tengah fenomena anak muda yg mulai tidak tertarik pada sejarah? Berikutnya dia bertanya soal bantuan senjata Bung Karno pada pejuang FNPA, dia ingin mendalami data2 tersebut. Souad Kesra, seorang dosen UEA yang pernah belajar di IUN Sunan Kalijaga Yogyakarta menanggapi bahwa kerjasama Indoneeia dan Aljazair perlu ditingkatkan dengan pertukaran mahasiswa, dosen dan penelitian bersama.

Demikian beberapa tanggapan dari peserta seminar yang kemudian ditanggapi balik oleh narasumber. Berbagai tanggapan inilah yang membuat diskusi menjadi semakin hangat dan menarik.

Mendambakan Kajian Indonesia, Soekarno Dan Pancasila

Menanggapi  para peserta seminar, Dubes Safira menyatakan bahwa untuk memberikan pendidikan sejarah pada anak muda sekarang memang tidak mudah. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal atau non formal dengan cara yang kreatif dan inofatif. Dalam pendidikan formal.harus disusun kurikulum sejarah yang tdk saja bercerita soal kronologi peristiwa, tapi juga makna dan nilai dari suatu peristiwa sejarah.

Secara informal pendidikan sejarah bisa dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media yang ada seperti medsos, komik, tv bahkan dunia entertein. “Jika konten sejarah dimasukkan dengan media yang tepat dan cara yang menarik maka anak2 muda akan tertarik.mepelajari sejarah”, demikian penjelasan Dubes Safira.

Menanggapi Prof. Abdullah zastrouw menyampaikan bahwa kedekatan emosional rakyat Aljazair dan Indonesia memiliki akar sejarah dan antropologis yang panjang dan dalam. Ini terkait dengan masuknya Islam dan gerakan tasawwuf ke Indonesia  yang juga dilakukan oleh para ulama Afrika khususnya Aljajair, Maroko, Sudan dan sekitarnya. Para ulama penyebar Islam  dari Aftika ini oleh masyarakat muslim Indonesia dikenal dengan sebutan Syech Maulana Maghribi. Mengenai akhlak orang Indonesia memang bisa dikatakan bersumber dari Islam, bagi yang muslim, tapi ada kunstruksi sosial budaya dan tradisi yang membuat nilai2 Islam sembagai sumber bisa tumbuh dan berkembang secara baik. Dengan kata lain ada konsttuksi sosial budaya dan tradisi masyarakat Nusantara yang membuat nilai dan ajaran Islam itu dapat dijalankan dengan baik. Inilah yang kemudian dikenal dengan “Islam Nusantara”

Terhadap pernyataan Dr. Aziz Haddad mengenai integrasi bahasa (budaya), agama dan sejarah yang bisa menyatukan bangsa Infonesia, Dr  Zastrouw menyatakan ketiganya terelaborasi dalam Pancasila yang digali oleh Soekarno. Pancasila adalah titik temu sekaligus perajut yang bisa mengintegrasikan perbedaan yang digali dari akar sejarah, budaya dan nilai agama.

Mengenai data sejarah bantuan senjata Zastrouw menyatakan bahwa itu bagian dari operasi inteligen sehingga sulit mencari bukti tertulis soal siapa penerima, jumlah, waktu penyerahan dan sebagainya. Tetapi banyak saksi pelaku yang mengakui peristiwa ini.  Data2 mengenai peristiwa ini bisa digali dari mereka. Di Indonesia  kisah ini disebutkan dalam beberapa buku yang bisa dijadikan sebagai data. Ada katerangan yang menyebutkan peristiwa bantuan senjata Bung Karno.pada prjuang Aljazair terjadi pada tahun 1957.

Dari seminar ini ada brbrp gagasan yang perlu difollow up diantaranya; pertama, perlu ada kajian dan penelitian mengenai KAA yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen Aljazair agar untuk menggali dan mengembangkan spirit dan nilai2 KAA dalam konteks kekinian. Penelituan bisa dilakukan kerjasa dengan kampus2 dan para peneliti Indonesia. Ini penting dilakukan, selain untuk menjaga hubungan kedua negara juga untuk menghidupkan kembali jejaring intelektual yang dulu pernah dilakukan oleh para ulama Aljazair dengan ulama Nusantara

Menurut Rektor UEA,  selama ini memang sudah pernah ada pertukaran mahasiswa. Bahkan beberapa tahun lalu ada lima orang dosen UEA yang mengambil program master dan doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga pernah dirintis MoU dengan beberapa PTAIN di Indonesia, tapi sampai sekarang belum ada perkembangan yang berarti. Merespon hal ini Ibu Dubes Safira berkomitmen untuk membantu dan mendorong agar MoU tersebut segera ditindaklanjuti. 

Kedua, untuk penelitian mengenai KAA pihak UEA bersedia kerjasama dengan lembaga manapun. Artinya tidak harus dengan kampus agama tetapi juga kampus umum atau lembaga lain. Ini merupakan peluang bagi para peneliti yang concern pada sejarah maupun study Indonesia untuk mengekeplorasi KAA dan mengangkatnya ke publik Internasional. Karena KAA merupakan petistiwa monumental yang menjadi tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam scupe internasional

Ketiga, perlu ada kajian mengenai Indonesia, terutama yang terkait dengan pemikiran keagamaan ulama Nusantara. Mereka juga ingin ada pusat informasi Soekarno dan Pancasila. Ini bisa berbentuk Indonesia Centre, atau Soerkarno  and Pancasila corner yang berisi buku2 atau dokumen mengenai Soekarno dan Pancasila. Dan UEA bersedia menyediakan ruangan untuk merealisasikan gagasan tersebut.

Ini merupakan tawaran yang menarik. Jika program ini dilaksanakan akan bisa menjadi sarana memperkenalkan Indonesia dan Pancasila pada dunia, khususnya masyarakat Afrika. Jika di Aljazair ada pusat studi Indonesia, ada Soekarno and Pancasila corner dengan buku2, jurnal dan sumber informasi lain yang memadai, ditunjang dengan lembaga penelitian yang aktif, maka bukan tidak mungkin gagasan Bung Karno mengenai Pancasila sebagai inspirasi dunia akan terwujud. 

Semoga seminar yang diinisi oleh ibu Dubes RI untuk Aljazair, ibu Safira bisa menjadi langkah awal mengembangkan pemikiran Soekarno, Pancasila dan Islam Nusantara ke pentas dunia.***

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *