Gus Baha pernah bertutur bahwa bertauhid itu harus didasari ilmu. Jangan sekedar taqlid atau fanatik buta. Karena itu tidak boleh menyalahkan orang yang menuliskan kalimat tauhid di bendera karena Islam juga perlu adanya syiar yang salah satu realisasinya adalah punya panji-panji yang bertuliskan kalimat thoyyibah “Laa ilaaha illallaah Muhammadur Rasulullah”. Juga jangan menyalahkan orang yang berpendapat bahwa tauhid itu yang ditanamkan dalam hati, dan diwujudkan dalam prinsip yang teguh, perilaku terpuji dan Akhlaqul Karimah bukan pada simbol-simbol kosong tanpa makna.
Mana yang benar dari kedua hal ini, hanya ALLAH yang Maha Tahu, sebab Dialah Hakim yang seadil-adilnya, ahkamul hakimin. Manusia tidak boleh gampang menuduh atau memvonis benar atau salah. Serahkan saja kepada ALLAH. Tugas kita bertauhid yang benar, didasari ilmu, sehingga tidak saling menyalahkan, saling menghormati satu sama lain yang berbeda pandangan tersebut.
Supaya tidak disalahpahami, perlu saya jelaskan bahwa sejak dulu NU tidak mempermasalahkan bendera yang bertuliskan kalimat thoyyibah, dan beberapa pesantren juga memiliki bendera tersebut, hal itu dikarenakan bendera kalimat thoyyibah tersebut tidak dijadikan alat politik dan akhlaq orang-orangnya santun, tidak suka caci maki. Berbeda jauh dengan kelakuan orang HTI yang sekarang.
Mereka menjadi bendera itu alat perlindungan untuk memuluskan tujuan mereka yaitu ingin mengganti dasar negara Pancasila menjadi Khilafah sehingga terindikasi merencanakan makar, juga kerap sekali melancarkan provokasi massa untuk membenci pemerintah, memusuhi ulama NU, terutama Banser yang selalu konsisten membela ulama dan menjaga keutuhan NKRI.
Baca juga :
- HTI, Gerbongnya Gerakan Dakwah tapi Lokomotivnya Gerakan Politik
- Menangkal Faham Khilafah, Marakkan Dialog Pancasila dan NKRI
- MENGAPA PANCASILA ; BUKAN KHILAFAH?
Karena itulah maka HTI dibubarkan oleh pemerintah dan simbol-simbolnya perlu diamankan atau ditertibkan. Jadi Banser atau Nahdhiyyin bukan membenci bendera kalimat thoyyibah, tidak sama sekali. Yang dihindari adalah menyalahgunakan kalimat sakral untuk tujuan politik yang tidak lepas dari tujuan kekuasaan yang rendah dan hina. Selain itu juga menyelamatkan negara dari ancaman disintegrasi bangsa yang pada gilirannya akan mengganggu bahkan mengancam kemaslahatan agama, bangsa dan negara.
No responses yet