Dalam menelusuri sejarah awal perkembangan Islam di Indonesia, terungkap banyak teori-teori utama mengenai proses islamisasi, yaitu teori Gujarat, Persia, Arab, dan Cina. Islamisasi di Nusantara terjadi melalui jalur damai, seperti perdagangan, pendidikan, dan perkawinan, dengan kontribusi signifikan dari masyarakat lokal dalam mengintegrasikan ajaran Islam ke dalam budaya Nusantara. Banyak ulama sekaligus umara atau penguasa wilayah berperan besar dalam proses perkembangannya, sepertri Sultan Mahmud Badaruddin II (1803–1821) di Kesultanan Palembang Darussalam, sebuah kerajaan Islam yang berkembang pesat di wilayah Sumatera Selatan. Eksplorasi gagasan, kebijakan, dan kontribusinya dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islam kedalam pendidikan, hukum syariah, dan jaringan ulama di kesultanan Palembang penting menjadi contoh bagaimana tradisi intelektual Islam, koneksinya baik lokal maupun global, termasuk pengaruh tasawuf dan hukum Islam (syariah). Inilah bukti bahwa hubungan intelektual dunia Islam khususnya antara Asia Tengah dan Asia Tenggara, bagaimana para ulamanya mengeksplorasi penafsiran ulang modern atas teks-teks Islam klasik dalam konteks globalisasi. Kontribusi humaniora digital terhadap pelestarian manuskrip Islam sebagai warisan intelektual bersama di seluruh wilayah menjadi langkah penting dalam penguatan konektivitas intelektual transregional dan pemanfaatan teknologi digital dalam mengatasi tantangan global bagi kajian Islam. Konteks lokal juga penting, seperti dilakukan K.H. Bisri Mutofa dengan gaya penafsiran khas jawanya, yang menulis Tafsir Yasin dengan menggunakan tulisan Arab Pegon sebagai salah satu solusi bagi problem mudahnya dipahami masyarakat setempat .